Berobat Dengan Thibbun Nabawi Atau Ke Dokter Dahulu?
Ada sebagian yang orang yang jika sakit langsung berobat dengan thibbun nabawi misalnya minum habbatussauda dan madu atau berbekam dan ada juga sebagian orang yang sakit tidak berpikir sama sekali menggunakan thibbun nabawi, langsung pergi ke dokter untuk berobat. Bagaimana menyikapi fenomena ini? Berikut sedikit pembahasannya.
Thibbun nabawi sebaiknya diutamakan dan bukan sebagai alternatif
Karena kita menyakini bahwa hal tersebut berasal dari Al-Quran dan As-Sunnah yang merupakan wahyu. Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata,
طب النبي صلى الله عليه وسلم متيقن البرء لصدوره عن الوحي وطب غيره أكثره حدس أو تجربة
“Pengobatan ala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diyakini mendatangkan kesembuhan karena bersumber dari wahyu, sedangkan pengobatan yang lainnya, kebanyakan berdasarkan praduga dan eksperimen.”[1]
Allah Ta’ala berfirman,
يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah ta’ala) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 69)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ هَذِهِ الحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ، إِلَّا مِنَ السَّام
”Sesungguhnya pada habbatussauda’ terdapat obat untuk segala macam penyakit, kecuali kematian” [2]
Tidak sembuh dengan thibbun nabawi?
Ketika tidak sembuh barulah beberapa orang beralih ke pengobatan lain misalnya ke dokter (kedokteran modern barat) atau ke pengobatan Alternatif. Bahkan karena sudah sering tidak sembuh-sembuh dengan thibbun nabawi mereka langung ke pengobatan lain.
Tidak sembuh dengan thibbun nabawi karena banyak faktor. Misalnya karena tidak tahu cara mengolah bahan-bahan dalam thibbun nabawi, karena madu dan habbatus sauda masih bahan saja, perlu ilmu untuk meraciknya menjadi obat. Silahkan baca:Thibbun nabawi Dalam Al-Quran Dan Sunnah Masih Bahannya Saja, Perlu Penelitian Dan Pengalaman Thabib Agar Menjadi Obat . Selain itu perlu juga kemampuan mediagnosis penyakit untuk mengobati penyakit tersebut
Faktor lainnya juga thibbun nabawi juga perlu keimanan berobat dengannya. Misalnya membaca ruqyah dengan Al-Fatihah. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu meruqyah dengan Al-Fatihah maka orang yang terkena sengatan kalajengking sembuh seketika. Padahal secara kedokteran modern itu mustahil jika tidak dikeluarkan racunnya atau diberi penangkal racun.
Berikut kisahnya:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانُوا فى سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ. فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». ثُمَّ قَالَ « خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ »
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berada dalam perjalanan safar, lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyahkarena pembesar kampung tersebut tersengat binatang atau terserang demam.” Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al Fatihah. pembesar tersebutpun sembuh. Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al Fatihah adalah ruqyah?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.”[3]
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah berkata,
وهكذا أثرت قراءة الفاتحة على هذا الرجل لأنها صدرت من قلب مملوء إيمانا ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم بعد أن رجعوا إليه : ” وما يدريك أنها رقية ؟ ” .لكن في زماننا هذا ضعف الدين والإيمان ، وصار الناس يعتمدون على الأمور الحسية الظاهرة
“Demikianlah pengaruh bacaan Al-Fatihah kepada laki-laki ini karena (bacaan tersebut) muncul dari hati yang dipenuhi dengan keimanan. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata kerika mereka kembali, “Darimana engkau tahu bahwa Al-fatihah adalah ruqyah?”. Akan tetapi di zaman kita sekarang keimanan dan agama sudah melemah dan jadilah manusia bergantung dan bersandar kepada obat-obatan/pengobatan dzahir.”[4]
Jika tidak berobat dengan thibbun nabawi tidak berdosa
Ada anggapan yang muncul bahwa jika tidak menggunakan thibbun nabawi berati tidak berimana dengan Al-Qruran dan Sunnah. Ini adalah pandangan kaku sebagian kecil saudara kita, perlu diketahui hukum asal berobat adalah mubah karena ini adalah masalah dunia dan tidak berkaitan dengan ibadah. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah,
الأصل في الأسياء الإباحة
“Hukum asal sesuatu [perkara dunia] adalah mubah”
Begitu juga dengan thibbun nabawi, akan tetapi jika bisa mendapat pahala jika melakukan thibbun nabawi atas dasar kecintaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena perkara mubah bisa menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Selaras dengan kaidah fiqhiyah,
الوسائل لها أحكام المقاصد
“hukum wasilah [perkara mubah] sesuai dengan hukum tujuan”
Oleh karena itu seseorang boleh berobat dengan thibbun nabawi, boleh juga tidak dan jika ia tidak menggunakan thibbun nabawi ia tidak berdosa dan tidak tercela
Jika bisa dikombinasi, kenapa tidak?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,.
على أنه لا تعارض بين استعمال الأدوية الحسية المباحة التي يصفها أطباء الأجساد وبين الأدوية الإيمانية كالرقية والتعويذات الشرعية والأدعية الصحيحة فيمكن الجمع بينهما كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم ، فقد ثبت أنه استعمل هذا وهذا
“Tidak ada pertentangan antara menggunakan obat-obatan yang diresepkan oleh dokter dan menggunakan pengobatan keimanan misalnya ruqyah dan ta’awwuzaat Syar’iyyah yang shahih (membaca An-Nas atau Al-Falaq, pent). Maka dimungkinkan mengkombinasi antara keduanya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . beliau menggunakan obat ini dan itu.”[5]
@Lab RS Sardjito, 29 Jumadis Tsani 1434 H
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB dan follow twitter
Artikel asli: https://muslimafiyah.com/berobat-dengan-thibbun-nabawi-atau-ke-dokter-dahulu.html